
Batas wilayah antar daerah menjadi salah satu patokan dasar hukum terbentuknya suatu daerah. Seperti halnya Kabupaten Tambrauw yang batas wilayahnya sudah ditentukan dan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw.
Engelbertus Gabriel Kocu, S.Hut, MM selaku Penjabat Bupati Tambrauw menyampaikan bahwa, “Permasalahan terkait peradaban manusia ini harus segera diselesaikan. Saya ditemani Bapak Bupati Tambrauw Periode 2017-2022 yang merupakan pelaku sejarah dan salah satu anak adat, Wakil Ketua I Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Tambrauw yang merupakan perwakilan dari masyarakat Tambrauw. Terkait batas wilayah yang masih dikeluhkan oleh Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Sorong, kami berpedoman pada Undang-Undang yang berlaku. Dan kami tidak akan melakukan sikap, langkah, maupun keputusan yang menentang Undang-Undang tersebut.”

Dalam hal ini, Kabupaten Manokwari merasa bahwa ada sebagian wilayahnya yang “dicaplok” oleh Kabupaten Tambrauw. Oleh karena itu, kesempatan kali ini difasilitasi langsung oleh Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri.
Hermus Indou, S.IP, MH selaku Bupati Manokwari menyampaikan bahwa, “Bagi kami ini adalah sesuatu yang tidak adil. Kami sudah mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi karena merasa kecolongan. Kami menganggap bahwa 4 Distrik tersebut (Distrik Kebar, Distrik Amberbaken, Distrik Senopi, dan Distrik Mubrani) masih satu rumpun dengan suku Arfak. Dan kami memohon agar Pemerintah Kabupaten Tambrauw dapat menyerahkan kembali wiliah 4 Distrik tersebut yang kini sudah dimekarkan menjadi 11 Distrik.”
Gabriel Asem, SE, M.Si selaku Bupati Tambrauw periode 2017-2022 menanggapi bahwa, “Pembahasan terkait penyelesaian tapal batas wilayah ini sudah berulang kali dilakukan. Terima kasih kepada Pemerintah Pusat yang sudah bersedia memfasilitasi kami agar dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan baik. Pada dasarnya masalah ini bukan di Kabupaten Tambrauw, melainkan Pemerintah Kabupaten Manokwari dan Pemerintah Kabupaten Sorong yang merasa dirugikan.”
Cliff Agus Japsenang selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Sorong juga menyampaikan bahwa, “Kami juga telah melalukan pendataan penduduk dan survey pada 2 Distrik yang masih menjadi polemik dengan Kabupaten Tambrauw. Yaitu pada Distrik Mega (versi Kabupaten Sorong)/Distrik Moraid (versi Kabupaten Tambrauw) dan Distrik Selemkay (versi Kabupaten Sorong)/Distrik Selemkai (versi Kabupaten Tambrauw). Kami merasa keberatan juga karena ada beberapa aset yang dibangun di wilayah tersebut menggunakan APBD Kabupaten Sorong. Kami juga selama ini melakukan pelayanan masyarakat dan menjalankan pemerintahan di wilayah tersebut.”
Pada kesempatan rapat ini, juga dihadiri oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat. Dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat, Kepala Biro Pemerintahan, dan Kepala Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Papua Barat.
Dr. Nataniel D. Mandacan, M.Si selaku Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat menambahkan, “Setelah pertemuan ini, saya berharap ada waktu bagi kita semua untuk dapat berbicara terlebih dahulu secara adat. Karena hal ini menyangkut keberadaan masyarakat adat di Tanah Papua Barat. Saya merasa bahwa kita perlu melakukan pendekatan kepada masyarakat agar dapat menyelesaikan permasalahan batas wilayah antar daerah ini.”
Sugiarto selaku Direktur Toponomi dan Batas Daerah menyimpulkan, “Kami memohon kesepakatannya terkait penyelesaian batas wilayah antar Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Sorong. Kami akan menunggu hasil dari musyawarah, rapat, maupun sosialisasi kepada masyarakat. Setelah kesepakatan tercapai, maka akan dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri terkait Batas Wilayah.”

